Saturday, November 24, 2012

Cerpen ala Winka : Falsafah Rujak

بسم الله الرحـمن الرحيم

Falsafah Rujak

          Kehidupan di dunia ini memang seperti rujak. Ada banyak macam rujak di dunia ini seperti rujak cingur, rujak buah, dan rujakrujak yang lain. Sementara dalam satu porsi rujak itu ada berbagai macam bahan komposisi seperti nanas, pepaya, bengkoang, bumbu kacang, dan sebagainya. Itulah hidup kita. Ada banyak macam manusia di kehidupan kita ini. Tak hanya RAS, sifat antara satu manusia dengan yang lainnya-pun berbeda. Selain itu, kehidupan juga ini dinaungi sebuah hal yaitu agama.
          Lalu apa hubungan agama dengan kehidupan? Lalu apa hubungannya pula antara agama dengan rujak? Lalu apa hubungannya kehidupan dengan rujak? Itu semua sangat berhubungan erat bahkan tak akan bisa untuk dipisahkan. Meskipun ada orang – orang yang hendak memisahkan agama dengan kehidupan, itu tak akan bisa.
          Dalam rujak, kehidupan dunia itu diibaratkan komposisi utama atau isi dari rujak itu sendiri. Seperti buah, sayur, daging, telur, dan lain sebagainya. Sementara agama itu diibaratkan bumbu dari rujak itu. Seperti bumbu kacang, gula merah, dan lainnya.
          Lalu, mengapa kehidupan itu diibaratkan isi rujak? Itu dikarenakan apabila kita makan rujak tetapi tidak menggunakan bumbu, rasanya menjadi kurang sempurna. Hal itu sama dengan kehidupan dunia. Apabila kita hidup hanya untuk dunia saja atau materi saja tanpa memperdulikan aturan agama, maka hidup kita itu memang enak. Tetapi kurang sempurna.
          Lalu, mengapa agama itu diibaratkan bumbu rujak? Itu karena bumbu rujak adalah pelengkap dari rujak itu. Dengan aturan agama yang baik dan benar, maka Insya Allah hidup kita akan lebih enak dan sempurna. Itu baru namanya hidup yang sempurna. Tetapi, jika kita hidup hanya karena Tuhan saja tanpa memikirkan kebutuhan kita sebagai manusia seperti tidur, makan, bekerja, dan lainnya, maka itu sama dengan makan rujak tanpa isi. Jadi hanya bumbunya saja.
          Ada sebuah kisah menarik mengenai pemuda yang mencari arti hidup sebenarnya. Ia dilahirkan di keluarga bangsawan nan terpandang di kotanya. Akan tetapi, keluarga ini tidak mengakui adanya agama bahkan mereka menganggap Tuhan itu tidak ada. Na’udzubillah.
          Sang pemuda ini selalu merasakan hidup enak. Ingin makan apapun sudah tersedia. Ingin membeli apapun selalu ada uang. Kerjanya hanya menghamburkan uang saja pemuda ini. Tetapi, ada hal yang terganjal di hati pemuda ini. Ia merasakan, mengapa hatinya selalu kosong. Akhirnya ia pergi keluar istana untuk berkelana.
          Singkat cerita, ia mampir ke warung rujak. Tak seperti biasanya, di warung ini, ia diperlakukan sama dengan kuli beras. Ia tidak dihormati bahkan sang pedagang berkata biasa saja ke sang pemuda ini. Ia, sang pemuda, protes terhadap pemilik warung atas perlakuan yang dilakukan ini. Sang pemilik warung tidak marah. Bahkan ia berkata dengan entengnya yaitu :
          “ Apakah dunia ini milikmu? Apakah kau tau jika nanti kau mati? Apakah kau tau kapan kau akan mati? Anakku, sekaya – kayanya orang di dunia ini, tak akan bisa menghindar dari kematian! Kau ini bakalan mati dan bakal mempertanggung jawabkan kehidupanmu di hadapan Allah nanti! Kau ini bukan nabi! Jadi derajatmu sama saja dengan kami nak... “ kata pemilik warung.
          Sang pemuda dengan wajah yang heran segera membayar rujak yang ia beli dan meninggalkan tempat itu. Ia pun segera melanjutkan perjalanan yang tak tau kemana.
          Tak jauh dari tempat itu, ia menemukan sebuah kotak yang berisikan secarik kertas. Ia lalu membaca isi kertas itu yang ternyata isinya sama dengan awal dari tulisan ini mengenai kehidupan, agama, dan rujak. Sang pemuda membaca hingga selesai dan kaget ketika melihat ada tulisan yang berbunyi : Dari Pemilik Warung Rujak yang Tadi. Lalu sang pemuda ini berbalik badan dan alangkah terkejutnya ketika melihat bahwa warung itu sudah tidak ada. Ia mulai faham bahwa Tuhan sedang mengingatkannya agar segera mencari guru kehidupan.
          Cerita akhirnya adalah sang pemuda itu akhirnya bertemu dengan seorang kyai dan pujangga. Dari merekalah, sang pemuda ini belajar agama dan arti hidup sebenernya. Sehingga sang pemuda ini pun menuliskan pada sebuah batu yang kelak menjadi nisannya yaitu :
          “.. Hidup dunia dan hidup agama itu seperti rujak dengan bumbunya. Isi rujak itu enak tetapi lebih enak sempurna jika ada bumbunya. Itu sama seperti hidup dunia yang enak tetapi kurang sempurna tanpa hidup agama yang berarti kosong. Sebaliknya, hidup itu jangan untuk agama saja. Karena hidup agama tanpa hidup dunia itu seperti bumbu rujak tanpa isi yang artinya bukan rujak atau kosong. Allah memerintahkan kita untuk beribadah dan bekerja dengan ikhlas. Hiduplah seperti rujak tadi.. “
          Demikianlah cerpen ini saya karang. Semoga bermanfaat bagi saya dan anda semua. Amin.......


Oleh : Winka Ghozi Nafi ( afighozi@gmail.com ) kelas 8D, SMP Bina Insani – Bogor

No comments:

Post a Comment